Tujuan utama buku ini antara lain. pertama; membantu peminat filsafat dalam mengenal sejarah perkembangan hermeneutika filsafati sebagai alat atau saran memahami teks filsafat. Kedua, membantu peminat filsafat mengenal tokoh-tokoh hermeneutika dengan berbagai corak pemikirannya, sehingga dapat lebih mudah memahami kiprah dan cara mereka menginterpretasi teks filsafati. Ketiga, membantu peminat filsafat untuk menerapkan aspekmetodologis kedalam teks-teks filsafat, sehingga mempermudah mereka untuk memahami teks filsafat secara lebih baik. Keempat, membantu peminat filsafat untuk berdialog dengan si pengarang pada zamannya, sehingga terjadi relasi yang simbiosis mutualistik dalam bentuk lingkaran hermeneutik. Kelima, menjernihkan pemahaman peminat filsafattentang teks-teks filsafat yang acapkali mengundang kebingungan dan kesalahpahaman. Keenam, melatih daya interpretasi peminat filsafat agar terbentuk kepekaan filosofis yang tinggi dalam rangka membuka ruang dan wawassan pemikiran yang lebih kaya tentang ide-ide yang dilontarkan oleh para filsuf.
Landasan bagi Filsafat Ilmu telah dilatakkan oleh Francis Bacon pada abad ke-16. Namun, perbincangan mengenai filsafat ilmu baru merebak pada abad ke-20. Perhatian yang besar terhadap filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berjalan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofisnya, seperti landasan antologis, epistemologi dan aksiologi. Sehingga Iptek tidak lagi membawa berkah, tetapi justru mengancam eksistensi manusia, bahkan alam semesta. Filsafat Ilmu hadir sebagai upaya untuk meletakkan kembali peran dan fungsi Iptek seperti tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan concern terhadap kebahagiaan manusia.
Meskipun belakangan ini buku-buku mengenai filsafat sudah banyak diterbitkan, baik itu berupa terjemahan dari karya asing maupun hasil tulisan penulis kita sendiri, tidak berarti tirai misteri mengenai filsafat telah terungkapkan. Banyak buku tentang filsafat itu, hanya merupakan pertanda bahwa minat terhadap filsafat bertambah luas, namun tidak berarti upaya menyingkap apa itu filsafat telah terjawab.
Jawaban mengenai apa itu filsafat memang belum tersingkap secara tuntas. Sejak dulu hingga sekarang, para ahli filsafat selalu terbentur pada kesulitan yang serupa, yaitu keterbatasan sarana yang memadai untuk menyampaikan maksud-maksud filsafat kepada masyarakat luas. Sarana itu tidak lain adalah bahasa.
Bahasa dalam dunia ilmiah memiliki karakteristik yang khas, yakni sarana untuk mengungkapkan relitas yang telah teruji, baik secara akal maupun berdasarkan pengalaman, eksperimen. Bahasa ilmiah dituntut kejernihan dan kelogisannya dalam mengungkapkan realitas dengan berbagai metodologi yang dipersyaratkan. Bahasa ilmiah dituntut kejernihan dan kelogisannya dalam mengungkapkan realitas dengan berbagai metodologi yang dipersyaratkan. Bahasa ilmiah dalam pemikiran para ilmuwan memiliki spectrum yang kaya dengan bobot rasionalitas yang mampu menjangkau hasrat ingin tahu manusia atas objek yang menjadi focus perhatiannya. Komunitas ilmiah menentukan aturan main yang diterima semua pihak yang terlibat sebagai anggotanya untuk menjalani riset dengan berbagai persyaratan metodologis, termasuk bahasa ilmiah yang mengandung nilai-nilai epistemologis, terutama sesuai dengan teori kebenaran yang dianut. Namun hal yang sering terjadi dalam dunia ilmiah adalah perbedaan yang dipicu oleh penekanan pada logika ilmiah di satu pihak dengan penekanan pada komunikasi ilmiah di pihak lain.
Keberadaan manusia modern tidak terlepas dari Tarik-menarik aspek-aspek materialitas dan spirituaitas. Persoalannya adalah bagaimana menangani Tarik-menarik tersebut. Rabindrananth Tagore mengajak kita, salah satunya untuk tidak menempatkan dunia spiritual sebagai sesuatu yang “berjarak” terlampau jauh, melainkan bagaimana hal itu ditemukan dalam kenyataan konkret kehidupan sehari-hari, dalam dunia yang dipenuhi realitas materi.
Hal tersebut dilakukan dengan menemukan jawaban atas bagaimana seyogyanya manusia bereksistensi di dunia ini, di tengah- tengah kenyataan yang bersifat abadi dan yang temporer, bagaimana yang menyelami tak terbatas dalam kenyataan yang bersifat terbatas. Bagaimana manusia ditengah-tengah kompleksitas dan beragamnya masalah kehidupan terutama terkait dengan bagaimana manusia mampu untuk mengeksplorasi dirinya, dapat dengan jernih mendudukkan persoalan kebenaran dan ketuhanan. Pada akhirnya adalah bagaimana manusia dapat melakukan relaisasi diri secara optimal di dalam kehidupan konkret. Hal ini menandakan juga tentang seberapa dalam hubungan manusia, Tuhan dan alam.
Lalu refleksi kritis apa yang dapat dihasilkan sehubungan dengan pemikiran eksistensi diri Rabindranath Tagore. Refleksi kritis ini menghasilkan beberapa hubungannya dengan poin penting seperti etos kerja dan alam (kosmik etik). Selanjutnya karya ini memaparkan konstruksi tentang manusia antara lain manusia dan alam, penekanan tentang arti penting dalam memahami “dunia maya”, format eksistensi diri, format spiritualitas, dan pemahaman manusia atas diri.
Rasa nasionalisme atau cinta terhadap tanah air dan bangsa serta jiwa kepahlawanan merupakan semangat yang sangat dibutuhkan bangsa Indonesia di era globalisasi ini. Namun demikian, seiring dengan berjalannya arus modernisasi, jiwa dan semangat tersebut dirasakan semain memudar. Untuk menghidupkan kembali semangat nasionalisme, karena itu, perlu digali kembali ajaran-ajaran “kearifan” yang terkandung dalam khasanah budaya Indonesia. Salah satu kekayaan seni dan budaya Indonesia adalah pertunjukan wayang kulit Purwa yang sarat akan ajaran-ajaran kehidupan.
Ideologi adalah dasar pandangan masyarakat tentang masa depan. Ia terdiri atas nilai-nilai yang merupakan cita-cita masyaraka t tersebut. Ideologi dapat bersumber pada nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agma, kepercayaan, budaya, dan dapat pula dikembangkan atas dasar pengalaman-pengalaman hidup dari masyarakat yang bersangkutan. Ideologi karena itu dapat dipahami sebagai sistem penjelasan tentang keberadaan suatu kelompok sosial, sejarahnya, dan proyeksinya ke masa depan dan merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaan.
Teknik pembuatan keris yang dimiliki para Empu merupakan warisan kearifan lokal yang harus diapresiasi karena mereka membuat keris dilandasi dengan tujuan yang luhur. Bahwa keris dibuat bukan untuk menimbulkan bencana bagi manusia. Melainkan untuk menyejahterakan, membahagiakan, dan meningkatkan martabat, kepribadian, dan kesaktian pemiliknya.
Keahlian Empu dalam pembuatan keris serta pemilihan bahan menurut hasil kajian ilmiah menghasilkan keris yang kuat, ringan, dan mempunyai corak yang anggun. Orang lain sulit meniru pembuatan keris secara persis Karena ada rahasia yang tidak semua orang dapat mengetahuinya. Bahkan konon pada jaman dahulu rahasia pembuatan keris disimpan dengan sangat rapat sampai pembuat keris meninggal. Pada jaman tersebut teknik pembuatan keris tidak tertuang dalam naskah tertulis, tetapi ada pada pikiran dan ingatan sang Empu, sehingga seiring meninggalnya Empu maka konsep pembuatan ikut sirna.