Perpustakaan Fakultas Filsafat kembali dihadiri oleh puluhan mahasiswa fakultas filsafat pada hari Rabu (22/2). Bukan sekedar mengunjungi untuk membaca buku seperti rutinitas biasa, melainkan menghadiri acara diskusi rutin Great Philosopher. Diskusi kali ini membahas tentang Etika Politik Gus Dur, disertasi dari salah satu dosen filsafat Dr. Ridwan Ahmad Sukri yang sekaligus pembicara dalam diskusi tersebut.
Diawali dengan biografi Dr. (HC) Abdurrahman Wahid atau akrab dipangil Gus Dur, diskusi ini menjadi menarik karena memaparkan pendangan kritis beliau sejak usia muda. Gus Dur seorang keturunan darah biru yang hidup sederhana, telah menganut NU sedari kecil. Seiring berjalannya waktu beliau harus tinggal di sekitar lingkungan penganut Muhammadiyah. Inilah awal dari pemikiran etika politik beliau yang mampu mengentaskan problem pluralitas bangsa Indonesia. Berangkat dari demokrasi, baik demokratisasi dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan politik.
Menurut beliau terdapat 3 tipe tentang persoalan hubungan agama (Islam) dan negara. Tipe pertama Islam bukan seperti agama sebagaimana dipahami Barat yang melulu mengatur hubungan Tuhan dengan manusia, akan tetapi merupakan agama yang paripurna mengatur segala aspek kehidupan termasuk kehidupan bernegara. Selanjutnya Islam sebagai agama menurut pengertian barat, Islam tidak berkaitan dengan urusan kenegaraan. Tipe terakhir menolak pandangan Islam sebagai agama yang serba lengkap dan terdapat sistem ketatanegaraan dalam Islam. Hal tersebut membuat Gus Dur memiliki gagasan bahwa dalam Islam, negara diposisikan sebagai hukum (al-hukm) dan Islam tidak mengenal konsep pemerintahan definitif. Suksesi yg urgent dalam masalah kenegaraan, Islam tidak konsisten. Nasionalisme tidak sekuler, tetapi ada nilai-nilai Islam. Melihat pluralitas yang tinggi bangsa Indonesia akhirnya Gus Dur memilih atau menganggap sebagai final negara yang didasarkan pada ideologi Pancasila.