Evelyn Fox Keller merupakan filosof feminis awal yang menekankan ilmu pada analisis gender (epistemolog feminis). Dalam diskusi ini Rahmad Hidayat akan memaparkan bagaimana konstruksi pemikiran gender Evelyn Fox Keller.
The Great Philosophers
Martabat manusia dalam filsafat adalah berada dalam konteks partisipasi manusia dalam menentukan proses penentuan jati diri, eksistensi dalam proses menjalani kehidupan serta menetapkan, menegakkan, menjalani dan menentukan orientasi hidupnya.
Lalu bagaimana hubungan martabat manusia dengan Filsafat ekonomi Amartya Sen? -selamat menyaksikan-
Perpustakaan Fakultas Filsafat kembali dihadiri oleh puluhan mahasiswa fakultas filsafat pada hari Rabu (22/2). Bukan sekedar mengunjungi untuk membaca buku seperti rutinitas biasa, melainkan menghadiri acara diskusi rutin Great Philosopher. Diskusi kali ini membahas tentang Etika Politik Gus Dur, disertasi dari salah satu dosen filsafat Dr. Ridwan Ahmad Sukri yang sekaligus pembicara dalam diskusi tersebut.
Diawali dengan biografi Dr. (HC) Abdurrahman Wahid atau akrab dipangil Gus Dur, diskusi ini menjadi menarik karena memaparkan pendangan kritis beliau sejak usia muda. Gus Dur seorang keturunan darah biru yang hidup sederhana, telah menganut NU sedari kecil. Seiring berjalannya waktu beliau harus tinggal di sekitar lingkungan penganut Muhammadiyah. Inilah awal dari pemikiran etika politik beliau yang mampu mengentaskan problem pluralitas bangsa Indonesia. Berangkat dari demokrasi, baik demokratisasi dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan politik.
Menurut beliau terdapat 3 tipe tentang persoalan hubungan agama (Islam) dan negara. Tipe pertama Islam bukan seperti agama sebagaimana dipahami Barat yang melulu mengatur hubungan Tuhan dengan manusia, akan tetapi merupakan agama yang paripurna mengatur segala aspek kehidupan termasuk kehidupan bernegara. Selanjutnya Islam sebagai agama menurut pengertian barat, Islam tidak berkaitan dengan urusan kenegaraan. Tipe terakhir menolak pandangan Islam sebagai agama yang serba lengkap dan terdapat sistem ketatanegaraan dalam Islam. Hal tersebut membuat Gus Dur memiliki gagasan bahwa dalam Islam, negara diposisikan sebagai hukum (al-hukm) dan Islam tidak mengenal konsep pemerintahan definitif. Suksesi yg urgent dalam masalah kenegaraan, Islam tidak konsisten. Nasionalisme tidak sekuler, tetapi ada nilai-nilai Islam. Melihat pluralitas yang tinggi bangsa Indonesia akhirnya Gus Dur memilih atau menganggap sebagai final negara yang didasarkan pada ideologi Pancasila.
Sebagai salah satu fakultas filsafat yang berfokus kepada filsafat nusantara, Fakultas Filsafat UGM menghadirkan diskusi rutin setiap bulannya yang membahas tentang nilai-nilai kebudayaan lokal nusantara. Diskusi the great philosopher ini diadakan di ruang perpustakaan gedung Notonagoro fakultas Filsafat UGM pada hari kamis (20/10). membahas tentang kebudayaan Jawa mulai dari kebiasaan, cara pandang terhadap dunia, substansi realitas, serta posisi manusia di dalam kosmik. Drs. Achmad Charris Zubair sebagai pembicara mengungkapkan bahwa pola pemikiran orang-orang Jawa terdahulu mempunyai nilai-nilai filosofis yang luar biasa yang dapat menjadi landasan bagi pemikiran bangsa. Diskusi ini bertujuan untuk menggali kembali nilai- nilai kebijaksanaan yang terkandung di seluruh nusantara dan mengenalkannya kepada masyarakat Indonesia khusunya akademisi saat ini.